Sejarah Desa Matangaji

Setelah  Banten dan Sunda Kelapa dikuasai Belanda, kira-kira abad XVII, Belanda datang ke Cirebon untuk membujuk Sultan Cirebon bekerjasama dalam segala bidang. Sultan Syaifudin tidak mau bekerjasama dengan penjajah, oleh karena desakan dan tekanan Belanda, Sultan Syaifudin bersama beberapa tokoh lainnya secara diam-diam meninggalkan Keraton Cirebon menuju daerah Sumber, Babakan sampai ke suatu daerah, yang sekarang terkenal dengan nama Desa Sidawangi. Karena keberadaan Sultan Syaifudin di Desa Sidawangi tercium oleh Belanda sehingga merasa tidak aman, maka Sultan Syaifudin  beserta rombongan melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat yang lebih aman. Sultan Syaifudin menyelusuir hutan belantara ke sebelah barat sampai ke suatu daerah, dimana di daerah tersebut di dirikan pesantren. Dengan adanya pesantren,  daerah tersebut ramai didatangi santri untuk belajar mengaji. Sultan Syaifudin menganjurkan kepada santrinya agar dalam belajar mengaji itu harus sampai matang. Akhirnya daerah tersebut terkenal dengan nama Desa Matangaji.

Desa Matangaji merupakan salah satu desa dari 2 (dua) desa yang ada di Kecamatan Sumber, yang terletak di wilayah Barat Selatan Kabupaten Cirebon dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kuningan. Wilayah Desa Matangaji pada waktu itu terbagi menjadi 3 (Tiga) Dusun / Blok  terdiri dari Dusun 1, 2, dan 3. Seiring berjalannya waktu terjadi pemekaran dusun/blok yaitu sekitar tahun 2016 dimekarkan menjadi 6 (enam) dusun/blok yaitu Dusun 1, 2, 3, 4, 5, dan 6,  yang   terdiri 21 RT dan 6 RW.

Desa Matangaji merupakan basis dakwah Sultan Syaifudin dan termasuk basis para pejuang tempo dulu, dengan adanya bukti peninggalan situs/petilasan yang terletak di sekitar Desa, diantaranya :

Adapun para Kepala Desa atau Kuwu yang pernah memimpin Desa Matangaji adalah sebagai berikut :